Karena Korupsi, KPK “Tangkap Tangan” 12 Kepala Daerah Perempuan, Termasuk Bupati Bogor Ade Yasin,

oleh -317 views
oleh
banner 1000x200

Satyabhaktionline.com | JAKARTA – Dengan tertangkapnya Bupati Bogor (Ade Yasin) pada Rabu (27/4) lalu, maka bertambah pula daftar nama para pejabat kepala daerah perempuan yang tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus korupsi.

Adapun sebagian besar dari para pejabat kepala daerah perempuan yang tertangkap KPK atas kasus korupsi itu, diketahui masih berada di dalam bui (penjara, red), bahkan ada yang baru saja divonis.

Berikut daftar kepala daerah perempuan di Indonesia yang terjerat kasus korupsi, sebagaimana yang dilansir dari Tribunnews.com :

  1. Bupati Bogor (Ade Yasin)
Bupati Bogor (Ade Yasin)

Saat itu, Rabu (27/4/2022) pagi, KPK menangkap Bupati Bogor (Ade Yasin) di kediamannya.

Dalam hal ini, Ketua KPK (Firli Bahuri) menjelaskan, penangkapan atas diri Bupati Bogor itu dilakukan sejak Selasa (26/4/2022) pagi yang dalam hal ini merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat terkait dugaan adanya pemberian uang dari Bupati Bogor (Ade Yasin) melalui orang kepercayaannya kepada anggota tim audit BPK Perwakilan Jawa Barat.

Namun, sebelum menangkap Bupati Bogor (Ade Yasin), penyidik KPK terlebih dahulu menangkap auditor-auditor BPK Perwakilan Jawa Barat.

Terkait penangkapan itu, Ketua KPK (Firli Bahuri) mengungkapkan, awalnya, tim KPK “terjun” ke lapangan menuju ke sebuah hotel di Bogor.

Saat itu, terlihat setelah para pihak menerima uang selanjutnya mereka pulang ke Bandung, Jawa Barat.

Karena itu, ungkap Ketua KPK (Firli Bahuri), KPK membagi 2 tim yakni, 1 tim di antaranya bergerak menuju Bandung mengamankan para pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat beserta barang bukti uang yang ada padanya.

Hasilnya, Ketua KPK (Firli Bahuri) lagi, Selasa (26/4/2022) malam di Bandung, tim KPK mengamankan empat pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat tersebut yang saat itu sedang berada kediamannya masing-masing,

Kemudian, lanjut Ketua KPK (Firli Bahuri), saat itu juga, tim KPK langsung mengamankan dan membawa empat pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat tersebut menuju gedung Merah Putih KPK di Jakarta.

Selanjutnya, ungkap Ketua KPK (Firli Bahuri), secara paralel dengan penangkapan di Bandung, Rabu (27/4/2022) pagi, tim KPK juga mengamankan Bupati Bogor (Ade Yasin), di rumahnya (Ade Yasin, red).

Tidak hanya itu saja, Ketua KPK (Firli Bahuri) mengungkapkan, penangkapan juga menyasar ke pihak-pihak lain, antara lain pejabat dan ASN Pemkab Bogor di rumah tempat tinggal masing-masing di wilayah Cibinong, Kabupaten Bogor.

Dalam kegiatan tangkap tangan, Ketua KPK (Firli Bahuri) mengungkapkan, KPK mengamankan bukti uang dalam pecahan rupiah dengan total Rp 1,024 miliar dengan rincian, uang tunai sebesar Rp 570 juta dan uang yang ada pada rekening bank dengan jumlah sekitar Rp 454 juta.

  1. Bupati Probolinggo (Puput Tantriana Sari)
Bupati Probolinggo (Puput Tantriana Sari)

Saat itu, Senin (30/8/2021), bersama suaminya yakni Hasan Aminuddin yang diketahui seorang anggota DPR RI, Bupati Probolinggo (Puput Tantriana Sari) ditangkap KPK.

Selain menangkap pasangan suami istri (pasutri) itu, KPK juga menangkap 10 orang lainnya,  termasuk Camat dan Kepala Desa (Kades) di wilayah Probolinggo.

Atas penangkapan itu, Bupati Probolinggo (Puput Tantriana Sari) bersama suaminya yakni Hasan Aminuddin yang diketahui seorang anggota DPR RI itu dengan seorang camat di wilayah Probolinggo, ditetapkan sebagai tersangka penerima suap terkait seleksi jabatan di Pemkab Probolinggo pada 2019.

Kini, setelah dituntut 8 tahun penjara dan denda senilai Rp.800 juta serta mengembalikan uang pengganti senilai Rp.20 juta, Bupati Probolinggo (Puput Tantriana Sari) “tengah” menunggu vonis yang akan dijatuhkan majelis hakim.

Untuk diketahui, saat itu, 20 Februari 2013, Puput Tantriana Sari yang kala itu disebut sebagai bupati perempuan termuda se-Indonesia, dilantik sebagai Bupati Probolinggo, menggantikan suaminya yakni Hasan Aminuddin yang menjabat sebagai Bupati Problinggo selama dua periode yakni 2003-2008 dan 2008-2013.

Selanjutnya, September 2018, Puput Tantriana Sari kembali terpilih dan dilantik sebagai Bupati Probolinggo untuk periode ke-2.

Saat mejabat Bupati Probolinggo untuk periode ke-2 itu, Puput Tantriana Sari bertekad menjalankan pemerintahan yang dipimpinnya itu   bersih dari tindakan korupsi.

Ironis, setelah tiga tahun mejabat Bupati Probolinggo untuk periode ke-2 itu, Puput Tantriana Sari yang bertekad menjalankan pemerintahan yang dipimpinnya itu bersih dari tindakan korupsi itu, justru ditangkap KPK karena kasus korupsi.

  1. Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur
Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur

Bupati Kolaka Timur (Andi Merya Nur) Andi Merya Nur terjaring OTT KPK yang digelar pada Selasa (21/9/2021) lalu.

Atas penangkapan itu, bersama Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) (Anzarullah), Bupati Kolaka Timur (Andi Merya Nur)  terjerat kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara 2021 yang selanjutnya oleh KPK ditetapkan sebagai tersangka

Dalam hal ini Andi Merya Nur yang saat itu baru tiga bulan menjabat sebagai Bupati Kolaka Timur definitive, diduga meminta uang Rp 250 juta kepada Kepala BPBD Kolaka Timur (Anzarullah) terkait pengerjaan dua proyek di Kolaka Utara yang bersumber dari dana hibah BNPB.

Atas kasusnya itu, Selasa (26/4/2022) pagi, Bupati Kolaka Timur (Andi Merya Nur)  divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 250 juta oleh majelis hakim PN Kendari.

Adapun vonis majelis hakim PN Kendari tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yaitu 5 tahun.

Untuk diketahui, Andi Merya Nur yang saat itu Wakil Bupati Kolaka Timur hasil Pilkada Kolaka Timur tahun 2020, menjabat Bupati Kolaka Timur menggantikan Syamsul Bahri yang meninggal dunia akibat serangan jantung setelah bermain sepak bola.

  1. Bupati Kepulauan Talaud (Sri Wahyumi Maria Manalip)
Bupati Kepulauan Talaud (Sri Wahyumi Maria Manalip)

Saat itu, Selasa (30/4/2019), beberapa bulan sebelum menanggalkan jabatannya sebagai Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip ditangkap KPK atas dugaan penyalahgunaan APBD tahun 2018 Kabupaten Talaud.

Atas kasus itu, Sri Wahyumi Maria Manalip diduga menerima suap berupa barang mewah senilai ratusan juta rupiah terkait proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Talaud.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Senin (23/9/2019), Bupati nonaktif Kepulauan Talaud (Sri Wahyumi Maria Manalip) menjalani sidang pertama di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Akhirnya, Sri Wahyumi Maria Manalip divonis penjara selama 4 tahun 6 bulan.

Namun, setelah mengajukan peninjauan kembali (PK), vonis penjara selama 4 tahun 6 bulan untuk Sri Wahyumi Maria Manalip itupun “dipotong” oleh majelis hakim Mahkamah Agung (MA) menjadi dua tahun penjara.

Atas vonis majelis hakim MA itu, Sri Wahyumi Maria Manalip pada 26 Oktober 2020 dijebloskan Jaksa KPK ke Lapas Wanita Klas II-A Tangerang.

Setelah menjalani hukuman, pada 28 April 2021. Sri Wahyumi Maria Manalip bebas dan keluar dari Lapas Wanita Tangerang.

Namun, sehari kemudian yakni pada 29 April 2021, atas dasar pengembangan dari kasus suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo tahun 2019, KPK kembali menangkap Sri Wahyumi Maria Manalip dan ditetapkan sebagai tersangka.

Atas kasus ini, Sri Wahyumi Maria Manalip yang terbukti memperkaya diri dengan menerima gratifikasi proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud pada saat menjabat Bupati Kepulauan Talaud.

Hal tersebut terungkap saat majelis hakim yang menyidangkan kasus tersebut menuturkan, antara pertengahan 2014 dan 2017, Sri Wahyumi Maria Manalip menerima gratifikasi atau commitment fee sebesar 10 persen dari nilai berbagai pekerjaan atau proyek yang dilelang kepada beberapa pengusaha.

Atas dasar itu, majelis hakim PN Manado memvonis Sri Wahyumi Maria Manalip dengan hukuman penjara selama empat tahun.

Selain pidana empat tahun penjara, Sri Wahyumi Manalip juga dituntut membayar denda senilai Rp.200 juta subsider kurungan tiga bulan dan membayar uang ganti rugi senilai Rp.9.303.500.000.

Dalam hal ini, jika tidak dibayarkan dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda milik Sri Wahyumi Maria Manalip disita negara untuk dibayarkan sebagai uang ganti rugi.

Kemudiian, bila harta bendanya (Sri Wahyumi Maria Manalip, red) masih tidak cukup untuk membayar ganti rugi, maka akan diganti hukuman penjara selama dua tahun.

Untuk diketahui, guna membayar ganti rugi sebagaimana vonis majelis hakim itu, rumah di Perumahan Citra Grand Blok Q, Kelurahan Jatikarya, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat yang baru saja dibeli Sri Wahyumi Manalip disita negara.

  1. Bupati Bekasi (Neneng Hassanah Yasin)
Bupati Bekasi (Neneng Hassanah Yasin)

Saat itu, 16 Oktober 2018, KPK menangkap Bupati Bekasi (Neneng Hassanah Yasin) terkait kasus dugaan penerimaan suap terkait proyek perizinan proyek pembangunan Meikarta.

Selain itu, karena bertindak sebagai penerima suap, KPK juga menangkap beberapa pejabat Kabupaten Bekasi yakni, Kepala Dinas PUPR (Jamaludin), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran (Sahat M Nohor), Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (Dewi Tisnawati), serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR (Neneng Rahmi).

Adapun kasus dugaan penerimaan suap terkait proyek perizinan proyek pembangunan Meikarta itu, diketahui  “tengah” disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung.

Untuk diketahui, Jumat (19/4/2019), Neneng Rahmi yang saat itu baru melahirkan anak ke empatnya, mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Bupati Bekasi.

  1. Bupati Subang, (Imas Aryumningsih)
Bupati Subang, (Imas Aryumningsih)

Saat itu, 14 Februari 2018 atau dua hari jelang masa kampanye, Bupati Subang (non aktif) Imas Aryumningsih ditangkap KPK saat menggelar OTT atas kasus suap terkait pengurusan izin dari dua perusahaan di Subang, Jawa Barat.

Untuk diketahui, saat itu, Imas Aryumningsih rencananya akan ikut Pemilihan Bupati Subang 2018 berpasangan dengan Sutarno

Selain menangkap Imas Aryumningsih, KPK juga mengamankan sejumlah uang yang diduga untuk transaksi praktik korupsi dan beberapa orang lain termasuk kurir, pihak swasta, dan pegawai setempat.

Atas kasus itu, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung pun memvonis Imas Aryumningsih dengan pidana penjara selama 6,5 tahun serta denda Rp 500 juta atau setara tiga bulan penjara.

Selain itu, Imas Aryumningsih juga diwajibkan membayar uang ganti rugi pada negara senilai Rp 410 juta subsider kurungan penjara selama satu tahun yang artinya jika setelah satu bulan keputusan itu Imas Aryumningsih tidak sanggup membayar, maka diganti dengan disitanya harta benda terdakwa Imas Aryumningsih atau diganti kurungan penjara selama satu tahun.

  1. Bupati Kutai Kartanegara (Rita Widyasari)
Bupati Kutai Kartanegara (Rita Widyasari)

Sekira awal Januari 2018 lalu, KPK menetapkan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bersama-sama Khairudin, Komisaris PT Media Bangun Bersama.

Dalam hal ini, sebagai balas jasa dengan sejumlah pengusaha itu, Bupati Kukar (Rita Widyasari) menerima gratifikasi sebesar Rp.110 miliar

Selain itu, Bupati Kukar (Rita Widyasari) juga terbukti menerima suap Rp 6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun alias Abun terkait pemberian izin lokasi perkebunan kelapa sawit.

Atas perbuatannya itu, Jumat (6/7/2018) saat membacakan amar putusannya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang diketuai Sugianto memvonis Bupati Kukar (Rita Widyasari) dengan hukuman pidana 10 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, agar publik tidak salah pilih pemimpin yang pernah terbukti korupsi, selama 5 tahun sejak selesai menjalani pidana pokok, hak politik Rita Widyasari untuk dipilih dalam jabatan public, juga dicabut

  1. Wali Kota Tegal, (Siti Masitha)
Wali Kota Tegal, (Siti Masitha)

Saat itu, Selasa (29/8/2017), Siti Masitha ditangkap KPK di Rumah Dinas Wali Kota Tegal di Kompleks Balai Kota, Jalan Ki Gede Sebayu, Kota Tegal,

Dalam hal ini, Siti Masitha  yang saat itu berniat mencalonkan diri sebagai Walikota Tegal untuk periode 2019-2024, diduga menerima suap senilai Rp 7 miliar yang akan digunakannya untuk ongkos politik.

Untuk diketahui, Walikota Tegal (Siti Masitha) terjerat kasus korupsi terkait suap pengelolaan dana jasa pelayanan RSUD Kardinah Kota Tegal Tahun 2017 dan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kota Tegal tahun 2017.

Atas kasusnya itu, majelis hakim pengadilan pun memvonis Siti Masitha dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta atau setara dengan 4 bulan kurungan.

  1. Wali Kota Cimahi (Atty Suharti)
Walikota Cimahi (Atty Suharti) bersama suaminya yakni Itoc Tochija yang merupakan mantan Wali Kota Cimahi

Saat itu, Kamis (1/12/2016) malam di kediamannya di Jalan Sari Asih IV No. 16, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung, bersama suaminya yakni Itoc Tochija, Walikota Cimahi (Atty Suharti) ditangkap KPK atas kasus korupsi pembangunan Pasar Atas Cimahi.

Atas kasus itu, Walikota Cimahi (Atty Suharti) bersama suaminya yakni Itoc Tochija yang merupakan mantan Wali Kota Cimahi itu, menerima uang senilai Rp 500 juta dari pengusaha Triswara Dhanu Brata dan Sani Kuspermadi untuk menjadikan kedua perusahaan tersebut sebagai pelaksana pembangunan Pasar Atas Baru Cimahi tahap II tahun 2017 dengan nilai anggaran Rp 57 miliar.

Akhirnya, majelis hakim Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Bandung yang menyidangkan kasus memvonis Walikota Cimahi (Atty Suharti) dengan hukuman empat tahun penjara.

Sedangkan Itoc Tochija yang dalam hal ini suami Walikota Cimahi (Atty Suharti) yang juga mantan Walikota Cimahi itu, divonis dengan hukuman penjara selama tujuh tahun.

  1. Bupati Klaten, Sri Hartini
Bupati Klaten, Sri Hartini

Saat itu, sekira Desember 2016, dengan menggelar OTT di Klaten, Jawa Tengah, KPK menangkap Bupati Klaten (Sri Hartini).

Selain itu, diduga memiliki peran penting dalam kasus yang menjerat Bupati Klaten (Sri Hartini) itu, KPK juga menangkap anak perempuan Bupati Klaten itu yakni, Dina Permata Sari.

Untuk diketahui, OTT yang digelar KPK Operasi tangkap tangan terhadap Bupati Klaten (Sri Hartini) itu diawali dari adanya laporan masyarakat yang mencium adanya praktik KKN di lingkungan kantor Bupati Klaten yakni penyuapan atas promosi dan mutasi jabatan dalam pengisian perangkat daerah di Kabupaten Klaten.

Atas perbuatannya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang memvonis Bupati Klaten (Sri Hartini) dengan hukuman pidana penjara selama 11 tahun serta denda Rp.900 juta atau setara dengan 10 bulan penjara.

  1. Gubernur Banten (Ratu Atut Chosiyah)
Gubernur Banten (Ratu Atut Chosiyah)

Saat itu, Jumat (20/12/2013), Gubernur Banten (Ratu Atut Chosiyah) ditangkap KPK dan sempat menjadi perbincangan di kalangan masyarakat.

Selain itu, penangkapan bekas orang nomor satu di Banten ini juga menguak dinasti politik di provinsi tersebut.

Tak hanya itu, Ketua Mahkamah Konstitusi (Akil Mochtar) juga terseret dalam kasus itu, karena adiknya yakni, Tubagus Chaeri Wardana juga ditangkap dalam kasus penyuapan itu.

Untuk diketahui, saat kasus pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten itu disidangkan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Gubernur Banten (Ratu Atut Chosiyah) terbukti merugikan negara senilai Rp 79,7 miliar yang kesemuanya itu untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain.

Akhirnya, Kamis (20/7/2017), saat menggelar sidang dengan agenda pembacaan putusan atas kasus

pengadaan alat kesehatan itu, majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta memvonis Gubernur Banten (Ratu Atut Chosiyah) dengan hukuman penjara selama 5,5 tahun dan membayar denda senilai Rp.250 juta subsider 3 bulan kurungan.

 

  1. Bupati Minahasa Utara (Vonnie Anneke Panambunan)
Bupati Minahasa Utara (Vonnie Anneke Panambunan)

Baru tiga tahun menjabat sebagai Bupati Minahasa Utara periode 2005–2010, Vonnie Anneke Panambunan terjerat kasus korupsi pembangunan Bandara Loa Kulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Atas perbuatannya, Bupati Minahasa Utara (Vonnie Anneke Panambunan) divonis hukuman 1,5 tahun serta denda Rp 100 juta atau hukuman kurungan selama enam bulan.

Selain itu, Bupati Minahasa Utara (Vonnie Anneke Panambunan) juga divonis membayar kerugian negara senilai Rp 4,006 miliar.

Hebatnya, pada 2015, setelah selesai menjalani masa hukuman, Vonnie Anneke Panambunan kembali maju di Pilkada Minahasa Utara.

Hasilnya, Vonnie Anneke Panambunan menjabat  Bupati Minahasa Utara periode 2016-2021. [RED]

Editor/Publish : Antonius Sitanggang

 

Renungan :

“Dunia penuh dengan masalah. Sorga penuh dengan jalan keluar.”

banner 950x300 banner 950x300
Bagikan ke :