Membendung Transmisi Ideologi Transnasional Melalui Media Sosial Yang Melemahkan Persatuan Dan Kesatuan Bangsa Di Era Disrupsi

oleh -354 views
oleh
Brigjen. Pol. (Purn) Adv. Drs. H. Faisal Abdul Naser, MH
Brigjen. Pol. (Purn) Adv. Drs. H. Faisal Abdul Naser, MH
banner 1000x200

Oleh :

Brigjen. Pol. (Purn) Adv. Drs. H. Faisal Abdul Naser, MH

Executive Liaison Officer PT IJA & PT JCI, Tbk

Sebagai pendahuluan, permasalahan yang bersifat ideologis sangat memiliki dampak yang luar biasa besar.

Karena ideologi bersifat keyakinan dan menghujam dalam hati sanubari seseorang yang bisa menjadi motivasi untuk menggerakan diri seseorang sesuai dengan keyakinannnya.

Permasalahan ideologis juga akan menimbulkan masalah social bahkan bangsa, apabila urusan berkeyakinan atau beragama tidak dikelola dengan baik dan menyeluruh.

Banyak negara-negara yang hancur dan mengalami konflik berkepanjangan karena alasan ideologi.

Terkait ideologi transnasional, yang menjadi masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dan patut menjadi fokus perhatian kita adalah adanya transnasiolisme ideologi fundamentalis yang berbenturan dengan sistem sosial dan politik Indonesia berlandaskan ideologi negara dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yakni Pancasila.

Sebagai contoh hangat adalah bagaimana gerakan ideologi dari organisasi Transnasional Hizbut Tahrir yang mengusung gagasan negara khilafah masuk ke Indonesia dan kemudian mendapat tempat disebagian masyarakat Indonesia, namun disebagian lain gagasan ini mendapatkan tentangan.

Dalam hal ini, penyebaran ideologi transnasional yang kontroversial dapat memecah belah masyarakat dengan memperkuat perpecahan dan mempolarisasi opini.

Hal ini dapat mengganggu keharmonisan sosial dan menimbulkan konflik antar kelompok yang berbeda pandangan.

Ideologi transnasional yang radikal atau monopolistik dapat menggerogoti semangat toleransi dan ke-Bhinekaan Indonesia.

Masyarakat menjadi lebih rentan terhadap pandangan yang memandang kelompok lain sebagai ancaman atau musuh.

Kemudahan transmisi Ideologi Transnasional saat ini didukung modernisasi teknologi dan informasi, dimana penyebaran pengaruh dan progandanya dikemas melalui film, iklan dan narasi, yang disebarluaskan melalui media berbasis internet seperti media sosial, podcast, youtube, dan lain sebagainya yang pada akhirnya terjadi pembelahan di masyarakat Indonesia.

Oleh karena itu, sangat penting bagi Bangsa Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan Nasional-nya.

Dengan latar belakang tersebut diatas, maka disajikan tulisan esay dengan judul : Membendung Transmisi Ideologi Transnasional Melalui Media Sosial Yang Melemahkan Persatuan Dan Kesatuan Bangsa Di Era Disrupsi.

Selanjutnya, sebagai pembahasan, ideologi transnasional sebagai paham atau pemikiran yang disebarkan secara lintas batas negara merupakan salah satu implikasi dari kehidupan era globalisasi yang bersifat kompleks dan borderless (tidak mengenal batas wilayah atau teritorial).

Transmisi Ideologi Transnasional cara kerjanya mendompleng globalisasi yang lebih dominan aktifitas transmisinya dilakukan oleh Aktor Non-Negara.

Dalam hal ini beberapa ahli mengindetifikasi aktor non negara (non-state actor) tersebut berupa kekuatan atau kelompok politik diluar sistem negara, lembaga swadaya masyarakat, komunitas dan perusahaan multinasional (Multinational Corporations /MNC).

Dari berbagai bentuk ideologi transnasional yang mengemuka di era globalisasi saat ini antara lain, neo-liberalisme dan fundamentalisme agama.

Pada konteks ideologi neoliberalisme lebih banyak bertumpu kepada perluasan ekonomi dan pasar.

Ideologi transnasional yang dipersepsikan sebagai ancaman yang memiliki derajat paling tinggi sehingga patut diwaspadai adalah transmisi paham atau ideologi yang berbenturan dengan nasionalisme dan falsafah bangsa Indonesia Pancasila yang menjunjung kearifan lokal dan pluralisme.

Ideologi Transnasional cenderung mengkampanyekan keseragaman, satu warna, dan cara beragama yang kaku dan sempit, intoleran mengandung ajaran radikalisme bahkan hingga derajat paling ekstrim mewujud kepada ajakan melakukan aksi terorisme.

Ancaman nyata dari ideologi transnasional ini menimbulkan adanya demarkasi ditengah masyarakat yang kemudian menimbulkan perpecahan persatuan dan kesatuan bangsa serta runtuhnya bangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dimana kini ideologi tersebut eksis di media sosial dikarenakan beberapa hal, antara lain : Aksesibilitas dan Penyebaran Cepat.

Dalam hal ini, media sosial memungkinkan ideologi transnasional untuk dengan mudah menjangkau audiens yang luas dan menyebar dengan cepat.

Dengan hanya beberapa klik, konten ideologi transnasional dapat diunggah dan dibagikan oleh pengguna media sosial, sehingga memperluas jangkauan dan dampaknya.

Selain itu terdapat anonimitas dan kebebasan ekspresi: Media sosial memberikan anonimitas dan kebebasan ekspresi kepada penggunanya.

Hal ini memungkinkan individu atau kelompok yang memiliki ideologi transnasional untuk menyebarkan pandangan mereka tanpa takut diidentifikasi atau dihukum.

Mereka dapat menggunakan akun palsu atau menggunakan platform yang tidak terlalu diawasi untuk menyebarkan ideologi mereka.

Media Sosial juga mengandung algoritma dan filter Bubble: Algoritma media sosial cenderung menampilkan konten yang sesuai dengan minat dan preferensi pengguna.

Ini dapat menciptakan filter bubble di mana pengguna hanya terpapar pada pandangan yang sejalan dengan ideologi mereka sendiri.

Dalam konteks ini, ideologi transnasional dapat dengan mudah menyebar di antara kelompok-kelompok yang sudah memiliki pandangan serupa.

Ditambah lagi dengan kurangnya regulasi dan pengawasan dan media sosial tidak terkendali untuk tetap mentransmisikan konten konten negatif yang diunggah oleh pengguna.

Hal ini memungkinkan ideologi transnasional untuk berkembang tanpa hambatan atau tindakan yang signifikan dari pihak berwenang.

Penetrasi ideologi transnasional yang dapat memecah belah persatuan tersebut, mudah berkembang di kalangan masyarakat negara yang masih menghadapi persoalan dengan kualitas hasil sistem pendidikannya yang rendah dan pemahaman serta komitmen akan jiwa nasionalisme yang lemah.

Kurangnya kualitas dan kuantitas pendidikan berbanding lurus dengan rendahnya budaya membaca/literasi.

Rendahnya literasi masyarakat Indonesia dibuktikan indeks literasi Indonesia yang kondisinya cukup memprihatinkan, dimana posisi Indonesia menempati ranking ke 62 dari 70 atau berada 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.

Hal ini berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2020. khususnya pada segmen mayoritas tergolong kurang mampu, sangat rendah kemampuan dan minat membacanya.

Untuk membendung transmisi ideologi transnasional melalui media sosial yang dapat melemahkan ikatan persatuan dan kesatuan bangsa, dapat dilakukan pendekatan penguatan pendidikan karakter (character building).

Berdasarkan konsepnya character building adalah proses mengembangkan dan memperkuat karakter seseorang melalui usaha dan latihan secara sadar.

Ini melibatkan pembentukan kepribadian, nilai, dan perilaku seseorang untuk menjadi individu yang bertanggung jawab dan bijaksana.

Pembentukan karakter bukanlah sesuatu yang dapat diwariskan atau dibeli, tetapi harus dikembangkan hari demi hari melalui sebuah proses khususnya bagi masyarakat atau generasi muda pada hidup sebuah negara yang sedang membangun di berbagai sektor kehidupannya, Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Hankam yang penuh berbagai tantangan dan ancaman.

Character building merupakan upaya untuk membentuk sifat-sifat tersebut ke arah yang positif, melalui metode pendidikan, maka objek sasaran dari program ini akan memiliki kemampuan mengambil keputusan dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan karakter bangsanya yang memiliki nilai-nilai dalam ideologi Pancasila, yang diantaranya, persatuan, gotong-royong, kemanusian yang adil dan beradab, dan permusyawaratan.

Lebih jauh lagi, character building merupakan upaya untuk mengembangkan akhlak dan nilai-nilai yang baik pada diri masyarakat, sehingga mereka memiliki ketahanan diri untuk menolak berbagai nilai atau ideologi yang tidak sesuai dengan watak bangsa Indonesia.

Sasaran dari pendidikan ini khususnya kepada kalangan generasi muda yang pada kesehariannya terpaut dengan teknologi digital, khususnya media sosial. Metode pendidikan yang digunakan parsitipatif menanamkan nilai-nilai Pancasila untuk dapat membangun nasionalisme dan cinta tanah air.

Diluar itu, maka beberapa upaya dapat dilakukan, dalam membendung transmisi ideologi transnasional melalui media sosial yang saat ini berkembang, yaitu sebagai berikut :

1.          Pendidikan literasi digital, yaitu intinya memberikan pelatihan kepada publik tentang cara mengenali dan menangani konten yang merusak kohesi sosial dan cara bersikap kritis terhadap informasi yang mereka temui di media sosial. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang cara mengenali berita palsu, propaganda, dan ideologi ekstremis di media sosial.

2.          Pemantauan dan Pengaturan. Dalam hal ini, Pemerintah dan platform media sosial harus memperkuat kontrol terhadap konten yang melanggar hukum atau melemahkan persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini dilakukan oleh penegak hukum melaui pemantauan hingga pembokliran konten.

3.          Menyebarkan berita positif atau kontra nararasi, yakni : mempromosikan nilai-nilai lokal dan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai budaya, agama, dan kebangsaan dapat mengurangi daya tarik ideologi transnasional asing. Selain itu menggunakan media sosial sebagai platform untuk menyebarkan berita positif tentang pencapaian lokal, keragaman budaya, dan kemitraan masyarakat.

4.          Kerjasama internasional, yakni : bekerja sama dengan negara lain untuk memerangi penyebaran ideologi transnasional berbahaya melalui upaya pencegahan dan informasi bersama.

5.          Pelatihan keamanan digital, yakni : Berikan pelatihan kepada individu, terutama generasi muda, tentang cara melindungi diri mereka sendiri secara online dan mengenali upaya untuk merekrut ideologi ekstremis.

6.          Kolaborasi dengan Platform Media Sosial, yakni : bekerja dengan platform media sosial untuk mengidentifikasi dan menghapus konten yang mendukung ideologi transnasional dan mempromosikan nilai-nilai positif yang kesemuanya itu dimaksudkan agar masyarakat dapat secara proaktif menyebarkan nilai-nilai toleransi, kerukunan, dan saling menghargai melalui konten yang mereka bagikan di media sosial.

Sebagai penutup, mengakhiri tulisan ini, tantangan kebangsaan ditengah arus globalisasi dan kemajuan TIK adalah peyebaran paham atau ideologi luar yang tidak sesuai dengan karakter bangsanya yang tersebar secara transnasional.

Ideologi transnasional yang cenderung, intoleran, ekstrim bahkan radikal sangat memiliki dampak yang mampu melemahkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Ideologi bersifat keyakinan dan menghujam dalam hati sanubari seseorang yang bisa menjadi motivasi untuk menggerakan diri seseorang sesuai dengan keyakinannnya.

Untuk itu perlu dibina melalui pendidikan character (character building), yang didalamnya terdapat program literasi digital, sehingga seberapapun besarnya tantangan dan derasnya informasi dari medsos akan mudah dibendung oleh masyarakat Indonesia.

Penulis adalah Peserta Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXIV Tahun 2023 Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhanas RI)

banner 950x300 banner 950x300
Bagikan ke :