Kasus Sengketa Lahan Eks HGU PTPN II Tamora, Desa Dagang Kerawan Sebuah bukti Nyata adanya Praktek Mafia Tanah dan Aksi Kriminalisasi
SATYA BHAKTI ONLINE | TANJUNG MORAWA (DELI SERDANG) –
Berdasarkan data, areal lahan PTPN II Desa Dagang Kerawan Tamora tersebut dikeluarkan dari HGU PTPN II disebabkan karena adanya Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Kecamatan Tanjung Morawa oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang yang dalam hal ini direkomendasikan seluas 59 hektar kepada YPNA selaku pelaksana.
Rekomendasi pelepasan lahan eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan seluas 59 hektar tersebut juga direkomendasi Gubsu yang saat itu dijabat Tengku Rizal Nurdin dan Meneg BUMN.
Namun, saat lahan eks HGU PTPN Desa Dagang Kerawan Tamora tersebut dilepaskan, Dirut PTPN II Tamora yang saat itu dijabat Ir H Suwandi bertindak sebagai penjual dan Anto Keling atas nama YPNA bertindak sebagai pembeli yang kesemuanya itu di tegaskan dalam perjanjian dalam Akte Notaris yang diterbitkan Notaris Ernawaty Lubis SH tersebut, telah mengangkangi rekomendasi tiga pejabat Negara tersebut.
Pasalnya, rekomendasi tiga pejabat Negara yang dalam hal ini melepaskan lahan eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan seluas 59 hektar tersebut, berubah menjadi dengan seluas 78,16 hektar.
Adapun dasar pelepasan lahan eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan Tamora tersebut, didasari :
- Surat Bupati Deli Serdang No. 591/5541 tanggal 26 November 2002 perihal Persetujuan Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah untuk Pembangunan Fasilitas Umum dan Pusat Perdagangan seluas 59 hektar di Desa Dagang Kerawan Tamora yang ditujukan kepada Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah (YPNA).
- Surat Keputusan Bupati Deli Serdang No. 816 Tahun 2001 tentang Pengaturan Peruntukan Tanah eks-HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan Tamora seluas 59 hektar.
- Surat Perjanjian Peruntukan Tanah eks-HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan Tamora seluas 59 hektar antara Ketua YPNA dengan Bupati Deli Serdang tanggal 05 November 2001.
- Surat Gubsu No.593/1941/2004 tanggal 14 April 2004 perihal Pengaturan Pemanfaatan Tanah Areal eks-HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan Tamora seluas 59 hektar untuk YPNA.
- Surat Direksi PTPN II No.11.0/X/136/IV/2004 tanggal 15 April 2004 prihal Permohonan Persetujuan Penghapusbukuan Areal PTPN II Kebun Tamora seluas 59 hektar di Desa Dagang Kerawan Tamora. Surat Dewan Komisaris PTPN II Tamora No. DK/PTPN-II/V/2004 tanggal 17 Mei 2004 perihal Permohonan Persetujuan Penghapusbukuan Areal PTPN II Kebun Tamora seluas 59 hektar di Desa Dagang Kerawan Tamora.
- Surat Menteri BUMN No.S-351/MBU/2004 tanggal 30 Juni 2004 prihal Persetujuan Pelepasan Aktiva Milik PTPN II Berupa Areal eks-HGU seluas 59 hektar di Desa Dagang Kerawan Tamora.
- Surat Menteri BUMN No.S.49/S-MBU/2005 tanggal 4 Februari 2005 prihal Anggota Panitia Penaksir Harga Minimal Pelepasan Aset PTPN II eks-HGU Kebun Tamora Seluas 59 hektar di Desa Dagang Kerawan Tamora.
Namun, faktanya, kesepakatan yang dilakukan Dirut Ir H Suwandi dan Anto Keling melalui Akte Notaris yang diterbitkan Notaris Ernawaty Lubis SH yang dalam hal ini melepaskan lahan eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan seluas 78,16 hektar tersebut, tidak berdasarkan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku dan telah terjadi pelanggaran.
Selain itu, Akta Penyerahan Hak Atas Tanah Dengan Ganti Rugi dengan No.13 tertanggal 16 November 2005 dengan objek lahan PTPN II Desa Dagang Kerawan Tamora seluas 78,16 hektar yang yang dterbitkan Notaris Ernawaty Lubis SH tersebut juga dinilai mengandung cacat hukum.
Hal tersebut dapat dilihat dari HGU No.1 Desa Dagang Kerawan Tamora yang dimiliki PTPN II Tamora tersebut, sejak 9 Juni 2000 telah habis jangka waktu penggunaannya dan berdasarkan Keputusan Kepala BPN No.42/HGU/BPN/2002 tanggal 29 November 2002 yang menyebutkan HGU No. 1 Desa Dagang Kerawan tidak diperpanjang lagi, sehingga tanah tersebut menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.
Karena itu, PTPN II Tamora sebagai bekas pemegang HGU sudah tidak mempunyai hak lagi atas tanah tersebut karena jangka waktu penggunaan HGU telah berakhir.
Penegasan tersebut diperkuat dengan ketentuan Pasal 12 ayat 1 huruf (g) dan (h) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 yang berbunyi, “Pemegang HGU berkewajiban untuk menyerahkan kembali tanah beserta sertifikat HGUnya kepada Negara setelah HGU tersebut hapus dan menyerahkan sertifikat Hak Guna Usaha yang telah hapus kepada Kepala KantorPertahanan”.
Selain itu, pada pasal 18 ayat (1) disebutkan “Apabila HGU hapus dan tidak diperpanjang atau diperbaharui, bekas pemegang wajib membongkar bangunan yang ada di atasnya dan menyerahkan tanah dan tanaman kepada Negara dalam batas waktu yang ditetapkan oleh Menteri.
Sedangkan pada point 3 dinyatakan “Berdasarkan Akta Penyerahan Hak atas Tanah dengan Ganti Rugi Nomor 13 tanggal 16 November 2005 yang dibuat dihadapan Notaris Erna Wati Lubis, SH tersebut dilakukan 5 bulan setelah berakhirnya izin pelepasan dari Menteri BUMN dan masa berlakunya harga taksasi.
Disamping itu, sesuai dengan Ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 12 ayat (1) huruf (g) dan (h) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1996, kewajiban untuk mengembalikan tanah eks-HGU No. 1 Tahun 1989 tersebut kepada Negara telah dilakukan oleh PTPN II melalui Indro Suhito, SH yang saat itu menjabat Kaur Agraria kepada Bagian Umum PTPN II dengan menyerahkan sertifikat tanah tersebut kepada Kanwil BPN Sumut pada tanggal 2 Mei 2003 yang diterima oleh Ir. Dermawan yang saat itu menjabat Kabid Pengukuran dan Pendaftaran.
Anehnya, walaupun sertifikat tanah HGU No. 1 Tahun 1989 Desa Dagang Kerawan tersebut sudah dikembalikan kepada Negara, pengalihan hak atas tanah bekas HGU tersebut kepada YPNA tetap dilakukan.
Sementara itu, dalam melaksanakan kesepakatan/perjanjian dengan pihak Pemkab Deli Serdang sesuai dengan Surat Perjanjian Peruntukan Tanah dan Pembangunan Fasilitas Umum atas lahan eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan Tamora seluas 59 hektar tertanggal 5 November 2001 dan Surat
Keputusan Bupati Nomor 816 Tahun 2001 tanggal 8 Nopember 2001 tentang Pengaturan Peruntukan Tanah eks-HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan Tamora tersebut, Anto Keling dinilai tidak adanya itikad baik dan tidak lagi mengindahkan kesepakatan tersebut.
Ironisnya, secara sepihak, Anto Keling telah membuat perjanjian kerjasama kepada pemodal yakni Susanto dan William yang dibuat didepan Notaris Erna Wati Lubis, SH. dengan Akta No.6 tanggal 10 November 2005 tanpa melibatkan pihak Pemkab Deli Serdang.
Adapun dalam Akta Notaris Ernawaty Lubis SH tersebut ditegaskan, atas lahan eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan tersebut, Anto Keling bersama pemodal tersebut sepakat bagi hasil yakni 75% untuk Susanto dan William, sedangkan Anto Keling mendapat 25%.
Selain itu, BPN Deli Serdang juga diminta untuk menerbitkan Sertifikat tanah atas lahan eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan tersebut dengan mengatasnamakan perorangan atau nama-nama pribadi.
Hal tersebut membuktikan bahwa, alasan RUTRK dinilai hanya sebagai trik atau modus untuk mengakali Pemkab Deli Serdang dan Pempropsu untuk mendapatkan lahan dengan harga murah sekaligus meraup harta Negara dan hak orang lain guna memperkaya diri.
Disamping itu, berdasarkan UU No. 28/2004 tentang Yayasan sebagai perubahan atas UU No.16, Bab I. Ketentuan umum, Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa “Yayasan adalah Badan Usaha Hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota”.
Sedangkan pada pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa “Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan”.
Karena itu, berdasarkan UU tersebut , YPNA tidak dibenarkan melakukan kegiatan yang bertujuan Bisnis dan mencari keuntungan (profit).
Disamping itu, penjualan atas lahan eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan tersebut juga telah menyalahi ketetapan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.89/KMK.013/1991
tanggal 25 Januari 1991 tentang pengalihan hak atas Aktiva Tetap Milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN ) kepada Pihak Ketiga.
Dalam hal ini, pada pasal 10 dari ketetapan Menteri Keuangan tersebut disebutkan, khusus untuk rumah-rumah dinas, secara tegas telah ditetapkan bahwa penjualan rumah-rumah dinas tersebut diutamakan kepada penghuni tetap yang telah menempati secara sah rumah milik BUMN sekurang-kurangnya 2 tahun atau bagi karyawan yang telah mengabdi kepada Negara sekurang-kurangnya sepuluh tahun.
Artinya, atas lahan eks HGU PTPN II Tamora tersebut, para karyawan maupun mantan karyawan (pensiunan) PTPN II Tamora mempunyai hak istimewa untuk diberi prioritas pertama sebagai pembeli aktiva BUMN tersebut.
Hal tersebut juga dipertegas dengan ketentuan pada pasal 10 ayat 6 Ketetapan Menteri Keuangan tersebut yang menegaskan, apabila rumah yang hendak dipindahtangankan atau dijual kepada bukan penghuni, terlebih dahulu harus dilengkapi dengan suatu pernyataan tertulis dari penghuni bahwa penghuni tidak bermaksud membeli rumah tersebut.
Selain itu, proses jual-beli lahan eks-HGU PYPN II Tamora tersebut juga dinilai ada manipulasi luasan lahan.
Dalam hal ini, manipulasi tersebut dilakukan dengan cara memasukkan luasan lahan tertentu menjadi lahan yang seolah-olah berada di dalam kawasan HGU.
Padahal, lahan tersebut sebenarnya berada diluar kawasan HGU.
Demikian juga sebaliknya, manipulasi ini juga dilakukan dengan cara mengeluarkan luasan lahan yang termasuk dalam kawasan HGU sehingga seolah-olah berada di luar kawasan HGU.
Hal tersebut secara jelas dapat dilihat pada saat dilakukan pengukuran ulang pada tahun 1997 yang selanjutnya dijadikan dasar penjualan lahan dengan total luas tanah seluas 78,16 hektar.
Padahal, berdasarkan sertifikat HGU No. 1 tahun 1989, lahan eks HGU PTPN II Tamora tersebut seluas 75,11 hektar.
Hal tersebut membuktikan pengukuran ulang pada tahun 1997 dengan peta No.73 tahun 1997 tersebut tidak berpedoman pada peta Sertifikat HGU No.1 tahun 1989 karena sama sekali tidak memperhatikan batu batas HGU yang masih ada sesuai dengan Sertifikat HGU No. 1 Tahun 1989.
Dengan demikian jelas bahwa motifasi dari manipulasi ini adalah mengambil keuntungan dari luasan lahan yang berlebih.
Manipulasi tersebut juga jelas dapt dilihat dengan dimasukkannya beberapa tanah yang telah mempunyai Sertifikat Hak Milik (SHM) yang salah satunya beratasnamakan Sukardi yang dalam hal ini berdasarkan Surat Ukur No.4096/06 tahun 1989 / Surat Keputusan Kakanwil BPN Prop. Sumut tanggal 3 Mei 1989, No. SK 520-34-5/1989, No. Urut 7 kedalam luasan lahan eks HGU PTPN II Tamora seluas 78,16 hektar tersebut. (Bersambung)
Penulis : Antonius Sitanggang
Editor/Publish : Antonius Sitanggang
Renungan :
“Kalo mukulin orang jangan sampai mati, ingat yang mencabut nyawa bukan kita.”