SATYA BHAKTI ONLINE.COM [DELI SERDANG] – Dapatkan “kursi” jabatan Kepala Desa (Kades) yang akan habis masa berlakunya diduduki para pejabat Kades sebelumnya, sekira seribuan warga “perang” merebut suara yang akan diperhitungkan pada Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) yang direncanakan akan digelar sekira April 2022 mendatang secara serentak.
Berdasarkan penelusuran, dinilai karena “empuk”nya kursi jabatan kades itu, para wargapun berantusias mendaftar sebagai calon Kades yang dalam hal ini berawal mendaftar sebagai bakal calon (balon).
Dalam hal ini, selain para warga yang belum pernah duduk di kursi “empuk” kades itu, para warga yang sedang memegang jabatan kades, juga ikut mendaftar sebagai peserta calon kades yang dalam hal ini dikenal sebagai calon incumbent.
Selain itu, adajuga beberapa warga yang sebelumnya menjabat dalam Pemerintahan Desa (Pemdes), seperti Kepala Dusun (Kadus) dan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga ikut mendaftar sebagai balon Kades yang selanjutnya menjadi calon kades.
Diketahui, dengan berbagai alasan para warga yang mendaftar sebagai balon kades itu yang pada dasarnya mengaku untuk memajukan desa dan mensejahterakan warga desanya.
Namun, berdasarkan penelusuran, hingga kini tujuan untuk memajukan desa dan mensejahterakan warga desanya yang dikampanyekan para calon kades saat “perang” merebut suara pada Pilkades sebelumnya, masih menjadi tanda tanya besar bagi warga masyarakat desa.
Ironisnya, empuknya jabatan kades yang kini dikuasakan dan diberi kewenangan untuk mengelola dana Anggaran Dana Desa (ADD) hingga miliyaran rupiah itu, dijadikan untuk memperkaya diri sendiri dan/atau kelompok, bukan untuk memajukan dan mensejahterakan warga desanya.
Hal tersebut dapat dilihat dari adanya para pejabat Kades yang tertangkap dan diproses hukum karena tersandung tindak pidana dalam pengelolaan dana ADD yang dalam hal ini akrab dikenal dengan Korupsi Dana ADD.
Padahal dalam Pemerintahan Desa, ada organisasi BPD yang dalam hal ini diberi kuasa dan wewenang sebagai pengawas kinerja Kades sebagai Pemerintah Desa (Pemdes).
Namun, fakta dilapangan, kuasa dan wewenang sebagai pengawas kinerja Kades sebagai Pemdes yang dimiliki anggota BPD itu, dinilai mandul.
Hal ini membuat para warga masyarakat desa kebingungan untuk memilih calonnya untuk menduduki kursi jabatan Kades yang empuk itu.
Namun, ditengah kebingungan para warga masyarakat desa untuk memilih calon kadesnya itu, para peserta calon kades tampak begitu antusias dengan berbagai cara untuk dapat merebut suara warga masyarakat di Pilkades.
Bahkan, istilah “money politik” yang akrab diketahui dalam setiap pemilihan pimpinan itu, juga dinilai akan terjadi di Pilkades Deli Serdang itu. [TIM/RED]
Editor/Publish : Antonius Sitanggang