SATYA BHAKTI ONLINE, TANJUNG MORAWA [DELI SERDANG] –
Banyak persoalan tanah/lahan yang timbul akibat kehadiran para terduga mafia tanah.
Dari sekian banyak persoalan tanah yang ada, persoalan tanah yang dalam hal ini lahan eks HGU PTPN 2 Tanjung Morawa di Desa Dagang Kerawan, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut) merupakan salah satu persoalan tanah yang hingga kini belum terselesaikan.
Seperti diketahui, lahan eks HGU PTPN 2 Tanjung Morawa Desa Dagang Kerawan tersebut diperuntukkan guna perluasan Kota Tanjung Morawa yang dalam hal ini ini dikenal dengan nama “Kota Satelit” itu, hingga kini tidak terwaujud.
Ironisnya, lahan eks HGU PTPN 2 Tanjung Morawa Desa Dagang Kerawan yang diperuntukkan guna perluasan Kota Tanjung Morawa dengan nama “Kota Satelit” itu, kini menjadi ajang jual-beli oleh para terduga mafia tanah.
Ironisnya, guna memuluskan dan melancarkan aksi jual beli atas lahan eks HGU PTPN 2 Tanjung yang dinilai sarat aksi mafia tanah itu, Jamilah yang saat itu menjabat Kepala Desa Dagang Kerawan, Kecamatan Tanjung Morawa dinilai ikut andil dengan menerbitkan Surat Keterangan Silang Sengketa yang isinya menerangkan, lahan eks HGU PTPN 2 Tanjung Morawa di Desa Dagang Kerawan tersebut tidak ada silang sengketa atau tidak bermasalah.
Padahal, selain masih meninggalkan “Bom Waktu”, lahan eks HGU PTPN 2 Tanjung Morawa Desa Dagang Kerawan tersebut hingga kini masih sarat dengan permasalahan perundang-undangan dan hukum.
Untuk diketahui, permasalahan lahan eks HGU PTPN2 Tanjung Morawa di Desa Dagang itu berawal dari terjadinya pelepasan dengan cara jual-beli lahan eks HGU PTPN II Tanjung Morawa Desa Dagang Kerawan antara Ir H Suwandi yang saat itu menjabat Dirut PTPN II Tanjung Morawa kepada H Suprianto alias Anto Keling selaku Ketua YPNA.
Adapun jual-beli lahan eks HGU PTPN II Tanjung Morawa Desa Dagang Kerawan itu, diperuntukkan untuk Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Kecamatan Tanjung Morawa oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang.
Ironisnya lagi, pada kenyataannya diketahui, pelepasan lahan eks HGU PTPN2 Tanjung Morawa di Desa Dagang Kerawan itu diperjualbelikan yang diduga untuk memperkaya diri sendiri dan/atau kelompok.
Seperti diketahui, atas kasus jual-beli lahan eks HGU PTPN II Tanjung Morawa Desa Dagang Kerawan itu, Dirut PTPN II Tanjung Morawa (Ir H Suwandi) bersama beberapa Direksi PTPN II Tanjung Morawa, seperti Ir Masdin Sipayung dan Drs Sukardi dipenjara.
Selain itu, Anto Keling juga ikut dipenjara atas kasus jual-beli lahan eks HGU PTPN II Tanjung Morawa Desa Dagang Kerawan itu.
Sementara itu, bagaikan cerita bersambung yang kali ini dinilai berisikan cerita yang paling dahsyat, kini diketahui, sepeninggalannya H Suprianto alias Anto Keling selaku Ketua YPNA yang kini telah meninggal dunia beberapa waktu lalu itu, sekira Kamis 7 September 2023 lalu, pihak Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah (YPNA) mengklaim sebahagian dari luas lahan eks HGU PTPN2 Tanjung Morawa di Desa Dagang Kerawan tersebut dengan memasang plank papan pemberitahuan disalah satu lokasi lahan eks HGU PTPN2 Tanjung Morawa, Desa Dagang Kerawan, Kecamatan Tanjung Morawa di Jalan Industri, Desa Dagang Kerawan, Kecamatan Tanjung Morawa.
Adapun pada plank papan pemberitahuan tersebut tertulis, “Lokasi Tanah Ini Seluas Kurang Lebih 50.000 Meter Persegi Akan Dibangun Perluasan Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah Berdasarkan Akte PHGR No.13 Tanggal 16 November 2005 Jo. Akta Pernyataan Keputusan Rapat Pengurus Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah No.12 Tanggal 13 Mei 2009 Jo. Notulen Rapat Pengurus Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah Yang Diselenggarakan Pada Hari Kamis Tanggal 22 Oktober 2020”.
Padahal, pelepasan areal lahan eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan Tamora tersebut diperuntukkan untuk Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Kecamatan Tanjung Morawa oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, bukan untuk perluasan YPNA sebagaimana yang tertulis pada plank papan pemberitahuan yang didirikan pihak YPNA itu.
Selain itu, pemerintah melalui instansi terkait telah menerbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) diatas lahan bermasalah yakni lahan eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan Tanjung Morawa kepada pengusaha property yang diketahui bernama PT Morawa Indah Propertindo (MIP) yang berkantor di Medan, di Kompleks MMTC, Jalan Williem Iskandar, Blok A No.36 – Medan Estate.
Selanjutnya, dengan dasar Sertifikat HGB yang diduga dilakukan dengan cara ala mafia itu, PT MIP mengurung rumah-rumah warga dan pedagang yang mencari nafkah dengan mendirikan pagar tembok diatas lahan eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan Tanjung Morawa yang hingga kini masih bermasalah itu.
Padahal, dengan surat nomor : 593/508.4 tertanggal 23 Desember 2003, Bupati Deli Serdang yang saat itu dijabat Amri Tambunan menyurati YPNA yang dipimpin H Suprianto alias Anto Keling selaku Ketua YPNA yang pada intinya berisikan, “melarang melakukan kegiatan apapun sebelum ada izin dari bupati deli serdang”.
Selain itu, tertanggal 17 Januari 2006, Bupati Deli Serdang Amri Tambunan juga menyurati Dirut PTPN II Tanjung Morawa yang isinya, “memprotes keras pembebasan lahan eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan seluas 78,16 hektar”.
Adapun dalam surat tersebut Bupati Deli Serdang Amri Tambunan mempertanyakan dasar pembebasan lahan eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan seluas 78,16 hektar itu.
Padahal, saat menjabat Bupati Deli Serdang, Amri Tambunan bersama Gubernur Sumut hanya merekomendasikan pelepasan lahan eks HGU PTPN2 Tanjung Morawa di Desa Dagang Kerawan, Kecamatan Tanjung Morawa itu seluas 59 hektar, bukan seluas 78,16 hektar.
Selain itu, dengan merujuk surat Gubsu nomor 593/6969 tertanggal 29 Oktober 2004, Bupati Deli Serdang Amri Tambunan mengungkapkan bahwa atas lahan yang dikeluarkan dari lahan eks HGU eks HGU PTPN II Desa Dagang Kerawan itu, ada lahan untuk rakyat seluas 18,34 hektar dan lahan untuk perumahan karyawan seluas 8,82 hektar.
Berdasarkan penelusuran itu, hal tersebut diduga dikarenakan hadirnya para terduga mafia tanah.
Ironisnya, pengawasan yang rendah serta minimnya penegakan hukum menambah semakin maraknya kehadiran para terduga mafia tanah tersebut yang kesemuanya itu mengakibatkan, antara lain :
- Tidak terwujudnya kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat,
- Menghambat pembangunan karena investor enggan berinvestasi,
- Berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap negara, serta terjadi sengketa penguasaan hak kepemilikan atas tanah.
Untuk diketahui, mafia tanah merupakan kejahatan pertanahan yang melibatkan sekelompok orang untuk menguasai tanah milik orang lain secara tidak sah atau melanggar hukum.
Adapun salah satu penyebab maraknya mafia tanah tersebut dikarenakan tanah menjadi salah satu instrumen investasi yang memiliki nilai ekonomi yang menggiurkan.
Dalam hal ini, ketersediaan tanah yang terbatas mengakibatkan tanah memiliki nilai ekonomi yang relatif tinggi dan menjadi salah satu objek perebutan bagi masyarakat.
Pada umumnya, modus operasi yang dilakukan oleh mafia tanah untuk merebut tanah milik orang lain, adalah pemalsuan dokumen dan melakukan kolusi dengan oknum aparat.
Selain itu, mafia tanah juga dinilai bisa melakukan rekayasa perkara serta melakukan penipuan atau penggelapan hak suatu benda untuk merebut tanah milik orang lain.
Adapun hilangnya hak milik pribadi atau penggunaan hak yang tidak berdasarkan hukum mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada negara, khususnya terhadap pengaturan kepemilikan tanah di Indonesia. [***]
Penulis : Antonius Sitanggang
Editor/Publish : Antonius Sitanggang
Renungan :
“Pengusaha itu bukan orang yang pintar tetapi mereka pintar mencari orang pintar.”