Strategi Hilirisasi Pengolahan Mineral Indonesia Menghadapi Aturan WTO

oleh -497 views
oleh
Strategi Hilirisasi Pengolahan Mineral Indonesia Menghadapi Aturan WTO
Strategi Hilirisasi Pengolahan Mineral Indonesia Menghadapi Aturan WTO
banner 1000x200

Oleh :

Brigjen. Pol (Purn) Adv. Drs. H. Faisal Abdul Naser, M.H

Executive Liaison Officer PT IJA & PT JCI Tbk

Sebagai pendahuluan atas tuisan ini, diketahui Indonesia merupakan negara dengan Sumber Kekayaan Alam yang melimpah baik sumber daya energi dan mineral.

Bahkan selama ini Indonesia terkenal sebagai negara eksportir bahan mentah hasil tambang mineral seperti batu bara, bijih nikel, biji timah, dan sejumlah mineral lainnya.

Menurut data United States Geological Survey (USGS), cadangan nikel Indonesia adalah nomor satu dunia, dengan 23 % cadangan nikel dunia berada di bawah perut bumi Indonesia.

Kemudian Indonesia juga memiliki komoditas bauksit yang menempati urutan 6 (enam) dunia negara- negara penghasil bauksit dunia. Pengolahan Sumber Daya Mineral, sendiri telah menjadi penyumbang terbesar bagi PDB nasional tahun 2021 sebesar 19,250%.

Selama ini Indonesia juga terkenal sebagai eksportir hasil mineral seperti batu bara, bijih nikel, bijih timah, dan sejumlah mineral lainnya. Namun patut disayangkan dari hasil ekspor selama ini belum mendapatkan nilai keenomian lebih yang signifikan, karena Indonesia lebih banyak mengekspor bahan baku mentah yang nilai ekonomisnya rendah.

Negara-negara yang melakukan pengolahan lebih lanjut pada bahan mentah cenderung mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi melalui produksi produk olahan.

Namun program hilirisasi yang dilakukan pemerintah Indonesia mendapat reaksi dari World Trade Organization (WTO), sebagai organisasi internasional yang mengatur perdagangan internasional dan memiliki peraturan yang mengatur berbagai aspek perdagangan, termasuk ekspor dan impor komoditas produk-produk pertanian dan industri.

Aturan WTO mewajibkan perlakuan yang sama terhadap produk impor dan produk dalam negeri.

WTO merasa bahwa program hilirisasi Indonesia melanggar peraturan WTO, dan mereka dapat meminta konsultasi atau mengajukan sengketa melalui mekanisme penyelesaian sengketa WTO.

Dalam menghadapi masalah ini, penting bagi Indonesia untuk menjawab permasalahan bagaimana strategi hilirisasi pengolahan mineral Indonesia menghadapi aturan World Trade Organization (WTO).

Selanjutnya sebagai pembahasan, program hilirisasi pengolahan mineral adalah merupakan bagian dari mewujudkan kedaulatan dan kemandirian pengelolaan sumber daya mineral yang merupakan wujud nyata dari apa yang diamanatkan sila ke lima dari Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga dalam mengelola dan mengolah sumber daya mineral harus menganut asas kesejahteraan sosial untuk rakyatnya.

Sumber kebijakan tentang pengelolaan sumber daya mineral juga adalah amanat dari Pasal 33 ayat (3), yang secara tegas menyebutkan, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pada landasan operasional hilirisasi di sektor mineral dan batubara (minerba) telah menjadi amanat Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.

Kewajiban hilirisasi yang melekat pada industri pertambangan tidak lain adalah untuk memberikan nilai tambah bagi hasil tambang, dimana dalam proses hilirasi ini menjadi kewajiban stakeholders pertambangan membangun proses hilirisasi dalam bentuk membangun smelter yaitu tempat pengolahan sumber-sumber mineral, sehingga bisa memberikan nilai tambah.

Namun melalui WTO pada awal tahun 2021, hal tersebut mendapatkan tantangan ketika pada kebijakan larangan ekspor bijih nikel mendapat protes keras dari Uni Eropa dengan mengugat Indonesia terkait kebijakan hilirisasi pengolahan mineral mengenai larangan ekspor bijih nikel yang ditetapkan oleh Indonesia.

Dalam hal ini, Uni Eropa berpendapat bahwa langkah ini melanggar aturan perdagangan internasional dan tidak sesuai dengan komitmen Indonesia sebagai anggota WTO.

Uni Eropa berargumen bahwa larangan tersebut memberikan keuntungan kompetitif yang tidak adil bagi industri pengolahan mineral dalam negeri di Indonesia.

Keputusan WTO akan tergantung pada bagaimana peraturan perdagangan internasional diterapkan.

WTO dapat mempertimbangkan apakah larangan ekspor biji nikel Indonesia melanggar aturan yang mengatur perdagangan dan perlakuan non-diskriminatif terhadap mitra dagang.

Dengan demikian, “apakah Indonesia harus merelaksasi larangan ekspor bijih mentah agar tidak mendapat sanksi atau terus melanjutkan kebijakan ini?”

Maka keputusan untuk merelaksasi larangan ekspor biji mentah atau melanjutkan kebijakan yang dalam hal ini tentu merupakan keputusan yang kompleks dan harus dipertimbangkan dengan hati-hati, dengan mempertimbangkan berbagai faktor termasuk manfaat jangka pendek dan jangka panjang, dampak terhadap ekonomi nasional, industri pengolahan, dan perdagangan internasional.

Merelaksasi larangan ekspor biji mentah mungkin dapat memberikan manfaat ekonomi jangka pendek dalam bentuk pendapatan ekspor tambahan dan mendukung keberlanjutan pendapatan pemerintah namun akan berdampak rendahnya nilai tambah perekonomian.

Konsistensi Indonesia untuk tetap melaksanakan program hilirisasi pengelohan sumber daya mineral dapat menggunakan pendekatan teori kemandirian ekonomi, atau teori kedaulatan ekonomi, adalah pandangan ekonomi yang menekankan pentingnya negara memiliki kendali atas kebijakan ekonominya sendiri, terutama dalam hal sumber daya alam, produksi, perdagangan, dan kebijakan moneter. Teori ini berfokus pada konsep bahwa negara harus memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan ekonomi yang sesuai dengan kepentingan nasional tanpa terlalu bergantung pada negara-negara lain atau lembaga internasional.

Beberapa poin utama dalam teori kemandirian ekonomi meliputi, kontrol terhadap sumber daya alam; proteksionisme terbatas seperti tarif impor dan subsidi bagi industri dalam negeri.

Hal ini bertujuan untuk melindungi industri nasional dari persaingan asing yang tidak seimbang. Kemandirian ekonomi juga bisa berarti mengendalikan impor dan ekspor sesuai dengan tujuan nasional, bukan hanya berdasarkan pasar internasional.

Teori ini mendorong pengembangan industri dalam negeri dan teknologi untuk mengurangi ketergantungan pada impor produk yang dapat diproduksi secara lokal.

Meskipun menekankan kemandirian, teori ini juga mengakui pentingnya keterlibatan dalam ekonomi global.

Namun, keterlibatan ini harus dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan nasional dan melindungi keberlanjutan ekonomi dalam negeri.

Konsep ini sering kali menjadi dasar bagi kebijakan ekonomi nasional dalam beberapa negara yang ingin memastikan bahwa keputusan ekonomi yang diambil sejalan dengan kepentingan nasional jangka panjang.

Namun, ada juga kritik terhadap teori ini, termasuk bahwa terlalu banyak kemandirian bisa mengisolasi negara dari manfaat globalisasi dan perdagangan internasional yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi.

Seperti halnya teori-teori ekonomi lainnya, implementasi dari konsep ini dapat bervariasi berdasarkan situasi dan kondisi di setiap negara.

Sebaiknya Indonesia tetap pada kebijakan semula karena apabila direlaksasi maka Industri pengolahan di negara lain akan mendapatkan keuntungan, khususnya negara yang sedang membutuhkan biji mentah dari Indonesia demi kelangsungan pasokan bahan baku mereka.

Dengan tidak melakukan pengolahan lebih lanjut, Indonesia juga kehilangan peluang untuk menciptakan lapangan kerja dan mengembangkan industri manufaktur terkait.

Hal ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Dengan demikian maka strategi Indonesia dalam menyikapi tantangan dari WTO terkait masalah hilirisasi, antara lain :

  1. Pemerintah menjalankan prinsip diplomasi dan dialog dalam menyelesaikan konflik atau perbedaan dengan WTO dan negara mitra untuk mencari solusi damai melalui perundingan. Diplomasi harus dilakukan dengan menjalin hubungan yang saling menguntungkan demi kepentingan nasional.
  2. Indonesia dapat mengadakan konsultasi dengan negara-negara anggota WTO untuk membahas rencana hilirisasi dan memastikan bahwa program ini sesuai dengan aturan WTO. Ini dapat membantu mengurangi risiko konflik dan sengketa perdagangan.
  3. Guna mencapai keberhasilan melaksanakan kebijakan hilirisasi pengolahan mineral, Indonesia perlu fokus pada pembangunan SDM yang berkualitas dan penguasaan teknologi yang relevan. Pemerintah, sektor pendidikan, dan industri harus bekerja sama untuk memastikan bahwa kesiapan SDM dan teknologi mencukupi untuk mendukung pencapaian tujuan hilirisasi dengan efektif dan berkelanjutan.
  4. Pemerintah Indonesia dapat memastikan transparansi dalam perencanaan dan implementasi program hilirisasi. Ini mencakup menyediakan informasi yang jelas tentang tujuan, kebijakan, dan langkah-langkah yang akan diambil, sehingga negara-negara anggota WTO memiliki pemahaman yang lebih baik.
  5. Dalam upaya untuk meningkatkan nilai tambah, Indonesia dapat berfokus pada peningkatan kualitas produk dan penerapan teknologi yang lebih canggih dalam proses pengolahan mineral. Ini dapat membantu meningkatkan daya saing produk olahan di pasar global.
  6. Pemerintah dapat memberikan dukungan dan insentif kepada industri lokal yang terlibat dalam program hilirisasi. Ini dapat mencakup insentif pajak, dukungan riset dan pengembangan, serta pelatihan untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja.
  7. Selain mengandalkan ekspor, Indonesia juga dapat mengembangkan pasar domestik untuk produk olahan mineral. Diversifikasi pasar dapat mengurangi ketergantungan pada ekspor dan menjaga stabilitas pendapatan.
  8. Peningkatan kapasitas instansi terkait dalam memahami dan mengelola aspek-aspek perdagangan internasional akan membantu Indonesia mengelola peraturan WTO dengan lebih baik.

Sebagai penutup tulisan ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam hilirisasi pengolahan sumber daya mineral, dengan adanya gugatan WTO.

Namun Indonesia tetap akan konsisten dalam menjalankan program hilirisasi guna kepentingan nasional yaitu meningkatkan nilai tambah, peningkatan ekonomi dan pengelolaan sumber daya mineral yang berkelanjutan.

Maka strategi yang dapat dijalankan adalah :

  1. Menjalankan prinsip diplomasi dan dialog dengan WTO dan negara mitra,
  2. Mengadakan konsultasi,
  3. Fokus pada pembangunan SDM yang berkualitas dan penguasaan teknologi yang relevan,
  4. Perencanaan dan implementasi program hilirisasi,
  5. Memberikan dukungan dan insentif kepada industri local,
  6. Mengembangkan pasar domestik untuk produk olahan mineral,
  7. Peningkatan kapasitas instansi terkait,
  8. Mengimplementasikan program hilirisasi sambil tetap mematuhi aturan perdagangan internasional yang ditetapkan oleh WTO.

 Penulis adalah Peserta Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXIV Tahun 2023 Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhanas RI)

Editor/Publish : Antonius Sitanggang

 

Renungan :

“Mimpi besarmu tak akan tercapai jika kamu tidak mau keluar dari zona nyaman, lawanlah rasa malas dan buktikan bahwa mimpimu akan terwujud.”

banner 950x300
Bagikan ke :